Pertama-tama: menjadi manajer di startup berbeda dari yang saya bayangkan. Setelah 10 tahun membangun tim dan memimpin produk di beberapa early-stage startup, saya kira saya sudah siap. Nyatanya, hari pertama sebagai manajer membawa beberapa kejutan—bukan soal power atau keputusan strategis spektakuler, melainkan detail operasional dan interpersonal yang ternyata memakan porsi terbesar. Di sini saya menulis sebagai reviewer yang telah “menguji” peran ini secara langsung: konteks, apa yang saya lakukan, hasil yang tampak, serta rekomendasi praktis berdasarkan pengalaman nyata.
Konteks: Hari Pertama dan Ekspektasi
Saya masuk ke peran manajer di startup berukuran 12 orang, produk SaaS B2B yang sedang berkembang, dengan roadmap agresif dan sprint dua minggu. Ekspektasi awal saya: menetapkan visi, mengalokasikan tugas, dan mulai mengelola roadmap. Yang terjadi berbeda. Pada hari pertama saya menghabiskan 60% waktu untuk hal-hal non-teknis: one-on-one spontan, mengurai kebingungan soal prioritas, dan menengahi konflik kecil terkait ownership fitur. Kunci konteks ini penting untuk review: startup kecil menuntut manajer yang siap menyelesaikan friksi sehari-hari, bukan hanya menetapkan strategi besar.
Review Detail: Apa yang Saya Uji dan Hasilnya
Saya menguji beberapa “fitur” operasional secara praktis: 1) onboarding cepat untuk dua anggota tim baru, 2) cadangan proses untuk sprint planning, 3) cara komunikasi asinkron antar-tim, dan 4) pengelolaan eskalasi bug saat deployment kritis. Untuk onboarding, saya menggunakan checklist yang dimodifikasi dari template onboarding eksternal (sumber referensi praktis, misalnya sturgisllc) lalu menyesuaikannya dengan kultur perusahaan. Hasilnya: waktu adaptasi fungsional (mampu menutup tiket sederhana) turun dari estimasi 3 minggu menjadi 10 hari karena checklist yang fokus pada akses, tugas awal bertahap, dan pairing dengan mentor.
Pada sprint planning, saya menguji format hybrid—diskusi singkat di pagi hari lalu keputusan tertulis di Notion/Linear. Keuntungannya: diskusi lebih fokus, catatan keputusan terbuka, dan playout tugas menjadi lebih cepat. Namun ada biaya: beberapa keputusan terasa kurang buy-in karena tidak semua orang bisa hadir di jam sinkron. Untuk komunikasi, Slack tetap efektif untuk urgensi, tetapi kami kehilangan konteks historis. Memindahkan thread penting ke Notion untuk dokumentasi terbukti membantu mengurangi pengulangan pertanyaan.
Saat bug kritis muncul setelah deploy, saya menyimulasikan eskalasi: triage cepat, assignment ke owner, dan update berkala ke stakeholder. Ini mengungkap kelemahan utama: tidak ada runbook yang konsisten. Keputusan darurat dibuat berdasarkan pengalaman individu—berhasil, tapi tidak reproducible. Ini memberi insight bahwa membangun runbook sederhana memberikan pengurangan waktu penyelesaian insiden secara signifikan.
Kelebihan & Kekurangan yang Terlihat
Kelebihan: pertama, fleksibilitas startup memberi ruang bereksperimen pada proses—sprint cadence, format 1:1, dan definisi done bisa cepat disesuaikan. Itu keunggulan besar dibanding perusahaan besar yang kaku. Kedua, transparansi langsung antara manajer dan developer/PM memungkinkan keputusan cepat; ketika saya menyederhanakan prioritas, backlog berkurang dan fokus tim naik.
Kekurangan: manajemen pada level ini menuntut multitasking ekstrem. Banyak waktu terbuang pada interrupt-driven work—email, permintaan ad-hoc, dan psikologi tim. Selain itu, kekurangan dokumentasi dan runbook membuat knowledge silos. Bandingkan dengan peran manajer di perusahaan korporat yang memiliki proses eskalasi dan dokumentasi matang: di sana manajer lebih banyak mengkoordinasi pada level strategis; di startup Anda harus menulis proses itu saat berjalan.
Satu lagi kekurangan halus: keputusan yang cepat sering menghasilkan technical debt. Saya mencatat tiga area teknis yang perlu refactor—tidak urgen tapi menghambat kecepatan iterasi. Alternatifnya, perusahaan dengan model “ship and stabilize” memiliki waktu khusus untuk debt; di startup kecil, mengalokasikan sprint buffer untuk debt adalah praktik yang perlu segera diadopsi.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Ringkasnya, hari pertama saya sebagai manajer mengajarkan satu pelajaran utama: manajemen di startup adalah seni menyeimbangkan manusia dan proses. Kejutan terbesar bukan konflik besar atau kegagalan fitur, melainkan besarnya waktu yang tersedot oleh kebutuhan interpersonal dan kurangnya dokumentasi. Itu bisa diatasi dengan tindakan sederhana yang langsung berdampak: buat onboarding checklist yang operasional (saya menyesuaikan template dari sturgisllc), siapkan runbook insiden minimal, dan tetapkan format komunikasi asinkron yang memaksa keputusan tercatat.
Praktik yang saya rekomendasikan: 1) hari pertama manajer fokus pada 1–2 quick wins operasional (onboarding + runbook), 2) tetapkan cadence 1:1 mingguan untuk membangun psychological safety, 3) alokasikan 10–20% capacity sprint untuk technical debt, dan 4) dokumentasikan keputusan penting di Notion/Linear untuk menjaga konteks. Dengan cara ini, peran manajemen menjadi lebih terukur dan berdampak cepat—bukan hanya sekadar responsif.
Jika Anda sedang menyiapkan peran manajer pertama di startup Anda, treat the role like a product: measure, iterate, and document. Itu cara terbaik agar hari pertama tidak hanya terasa sibuk, tapi benar-benar produktif.